Kamis, 20 September 2018

Periode Akhir Demokrasi Terpimpin

Periode Akhir Masa Demokarsi Terpimpin
Hasil gambar untuk periode akhir demokrasi terpimpin
Peristiwa tanggal 30 september 1965 ( malam ) dengan pembunuhan terhadap Jenderal- Jenderal, Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Ahmad Yani dan beberada Jenderal daputnya( Perlawanan revolusi) semakin menambah kerukunan ( suasana Politik nasional. Peristiwa / tragedy nasional ini melahirkan gerakan rakyat dengan demontrasi dari berbagai elemen masyarakat.
Demontrasi- demontrasi melanda tanah air, yang dilakukan oleh angkatan 66 KAMI ( Kesaksian Aksi Mahasiswa Indonesia ) maupun KAPPI ( Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia ), dengan tuntutan yang terkenal yang terkenal dengan sebutan TRITURA ( Trituntutan Rakyat): menteri- menteri PKI atau yang berindikasi PKI dipecat dari Kabinet (2) PKI dan Ormas ormasnya dibubarkan , dan Harga- harga harus diturukan
Tuntutan diatas dijawab oleh presiden dengan menyempurkan Kabinet Dwikora, lahirnya Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan ( 21 Pebruari 1966- 27 Maret 1966 ), Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet 100 Menteri dan dilantik oleh oleh Presiden 24 Februari 1966. Anggota Kabinet yang berindikasi PKI disingkirkan, walaupun belum memuaskan rakyat. Struktur cabinet 100 Menteri ini, tidak berbeda banyak dengan cabinet- Kabinet sebelumnya ( Kabinet Kerja III- Kabinet Dwikora). Akhirnya jawaban Presiden ini belum memuaskan rakyat dan mencapai puncaknya 11 Maret 1966.


Berdasarkan situasi yang kenegaraan yang demikian, maka May. Jend. Basuki Rachmat, Brig. Jend. Yusuf dan Brigjend. Amir Mahmud menghadap Pangad Letdjend. Soeharto, dirumah( sedang sakit ) kemuian ketiga pati tesebut diperintahkan menghadap Presiden di Bogor. Sekembalinya diJakarta membawa surat Perintah Presiden kepada Pangad. Let. Jend. Soeharto yang keudian dikenal dengan sebutan supersemar   (surat Perintah Presiden Sebelas Maret 1966 ) .

Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin

Politik Masa Demokrasi Terpimpin
Hasil gambar untuk demokrasi terpimpin
Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Selanjutnya membubarkan Demokrasi liberal yang dinilai tidak dapat membangun. Selanjutnya Soekarno Menganggap Partai politik sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan, hal inilah yang mneyebabkan adanya perpecahan dan berakibat pada pembubaran beberapa partai .

Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula.
Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat ditunggangi. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun 1965.

Struktur Konstitusi dan Ideologi

Struktur Konstitusi dan Ideologi Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin Salah satunya adalah untuk  menggantikan pertentangan antara partai-partai di parlemen, suatu sistem yang di pegang Presiden Soekarno. Ia memberlakukan kembali konstitusi presidensial tahun 1945 pada tahun 1959 dengan dukungan kuat dari angkatan darat. Namun dia juga mendorong kegiatan-kegiatan dari kelompok-kelompok sipil sebagai penyeimbang yaitu dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan juga walau tidak begitu signifikan peranan dari golongan agama, yaitu khususnya yang diwakili oleh NU yang tergabung dalam poros nasakom soekarno semasa pemberlakuan demokrasi terpimpin.
Soekarno berusaha mengumpulkan seluruh kekuatan politik yang saling bersaing dari Demokrasi Terpimpin dengan jalan turut membantu mengembangkan kesadaran akan tujuan-tujuan nasional. Ia menciptakan suatu ideologi nasional yang mengharapkan seluruh warga negara memberi dukungan kesetiaan kepadanya. Pancasila ditekankan olehnya dan dilengkapi dengan serangkaian doktrin seperti Manipol-Usdek dan Nasakom. Sebagai lambang dari bangsa, Soekarno bermaksud menciptakan suatu kesadaran akan tujuan nasional yang akan mengatasi persaingan politik yang mengancam kelangsungan hidup sistem Demokrasi Terpimpin.
Dengan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945 pada bulan Juli 1959, Presiden Soekarno adalah pemegang inisiatif politik, terutama dengan tindakan dan janji-janjinya yang langsung ditujukan kepada pembentukan kembali struktur konstitusional. Akan tetapi, tekananannya kemudian mulai bergeser kepada tindakan simbolis dan ritual, serta khususnya kepada perumusan ideologi seraya melemparkan gagasan-gagasannya berulang kali.
Demokrasi terpimpin dan gagasan presiden yang sehubungan dengan itu sudah menguasai komunikasi massa sejak pertengahan tahun 1958. Sejak itu tidak mungkin bagi surat kabar atau majalah berani terang-terangan mengecam Demokrasi Terpimpin, lambang dan semboyan-semboyan baru. Pada paruh kedua 1959, Presiden Soekarno semakin mementingkan lambang-lambang. Dalam hubungan ini yang terpenting ialah pidato kenegaraan presiden pada ulang tahun kemerdekaan RI tahun 1959 dan selanjutnya hasil kerja Dewan Pertimbangan Agung dalam penyusunan secara sistematis dalil-dalil yang terkandung dalam pidato tersebut. Pidato kenegaraan yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, sebagian besar memuat alasan-alasan yang membenarkan mengapa harus kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
Sesungguhnya hanya sedikit tema-tema baru dalam pidato presiden, tetapi pidato itu penting karena berkaitan dengan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar revolusioner tersebut. Tiga bulan setelah pidato kenegaraannya itu, Presiden Soekarno menyatakan naskah pidato itu menjadi “manifesto politik Republik Indonesia”. Bersamaan dengan itu presiden mengesahkan rincian sistematikanya yang disusun oleh Dewan Pertimbangan Agung. Dalam pidato-pidatonya di awal tahun 1959, presiden selalu mengungkapkan bahwa revolusi Indonesia memiliki lima gagasan penting. Pertama, Undang-Undang Dasar 1945; kedua, sosialisme ala Indonesia; Ketiga, Demokrasi Terpimpin; keempat, Ekonomi Terpimpin; dan yang terakhir kelima, kepribadian Indonesia. Dengan mengambil huruf pertama masing-masing gagasan itu maka muncullah singkatan USDEK. “Manifesto politik Republik Indonesia” disingkat “Manipol”, dan ajaran baru itu dikenal dengan nama “Manipol-USDEK”.
Manipol-USDEK benar-benar memiliki daya pikat bagi banyak masyarakat politik. Masyarakat politik ini, yang didominasi pegawai negeri, sudah lama mendukung apa yang selalu ditekankan presiden mengenai kegotong-royongan, menempatkan kepentingan nasional diatas kepentringan golongan dan kemungkinan mencapai mufakat melalui musyawarah yang dilakukan dengan penuh kesabaran. Ada dua sebab mengenai hal ini pertama, keselarasan dan kesetiakawanan merupakan nilai yang dijunjung masyarakat-masyarakat Indonesia. Dan kedua, bangsa Indonesia benar-benar menyadari betapa berat kehidupan yang mereka rasakan akibat keterpecahbelahan mereka dalam tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, banyak yang tertarik kepada gagasan bahwa apa yang diperlukan Indonesia dewasa ini adalah orang-orang yang berpikiran benar, berjiwa benar dan patriot sejati. Bagi anggota beberapa komunitas Indonesia, terutama bagi orang-orang Jawa, mereka menemukan makna yang sesungguhnya dalam berbagai skema rumit yang disampaikan presiden itu ketika mengupas cara pandang secara panjang lebar Manipol-USDEK, yang menjelaskan arti dan tugas-tugas khusus tahapan sejarah sekarang ini.
Hasil gambar untuk demokrasi terpimpin

Barangkali daya tarik terpenting Manipo-USDEK terletak pada kenyataan bahwa ideologi ini menyajikan sebuah arah baru. Mereka tidak begitu banyak tertarik pada makna dasar dari arah tersebut. Yang pokok ialah bahwa presiden menawarkan sesuatu pada saat terjadi ketidakjelasan arah yang dituju. Nilai-nilai dan pola-pola kognitif berubah terus dan saling berbenturan, sehingga timbul keinginan yang kuat untuk mencari perumusan yang dogmatis dan skematis mengenai apa yang baik dalam politik. Satu tanggapan umum terhadap Manipol-USDEK ialah bahwa Manipol-USDEK bukanlah merupakan ideologi yang sangat baik atau lengkap tetapi pada akhir tahun 1950an dibutuhkan sebuah ideologi dalam kerangka pembangunan Indonesia.
Sebenarnya hanya di sebagian masyarakat politik saja Manipol-USDEK diterima sepenuh hati, sedangkan di sebagian yang lain menaruh kecurigaan dan kekhawatiran. Manipol-USDEK itu sendiri tidaklah begitu jelas. Selain itu, bukan pula suatu upaya unutk menyelaraskan semua pola penting dari orientasi politik yang ada di Indonesia. Ideologi negara apapun belum mampu menjembatani perbedaan perbedaan besar orientasi politik kutub aristokratis Jawa dan kutub kewiraswastaan Islam. Pada pelaksanaannya, Manipol-USDEK tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut. Jadi, banyak kalangan Islam yang kuat keyakinannya, khususnya dari suku bukan Jawa, melihat rumusan baru itu sebagai pemikiran yang asing. Karena itulah maka pelaksanaan manipol Usdek dapat disimpulkan dilakukan dengan paksaan.

Ciri Periode Demokrasi Terpimpin

Ciri Yang Menggambarkan Periode Demokrasi Terpimpin:

Pertama, Kekuasaan Soekarno makin besara, tidak hanya dalam bidang eksekutif , tetapi juga dalam bidang Legislatif, dan Yudikatif. Beberapa indikasi ke arah ini dapat di sebut, antara lain: (1) pada 20 Maret 1960 Presiden Soekarno membubarkan Parlemen (DPRS) dan menggantinya dengan DPRGR, yang anggotanya dipilih dan di tunjuk oleh Presiden Soekarno sendiri. Alasanya karena parlemen berani menolak RAPBN yang di ajukan oleh pemerintah; (2) lewat penetapan Presiden NO. 1/1960, mnifesto Politik dai Presiden Soekarno dtetapkan menjadii haluan negara GBHN., yang kemudian di tambah dengan USDEK (UUD 1945), Sosialisme Indonesia, Demokrasi terpimpin , ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Menurut Soekarno, Partai Murba,PNI, PKI, dan NU berdiri pada landasan yang sama, yakni nasionlisme.
Hasil gambar untuk demokrasi terpimpin
Kedua, kaum komunis menjaadi kuat karena kepeimpinan PKI pada waktu itu Aidit berhasul merangktl  presiden Soekarnoagra bersimapati mendukung PKI.  yang menyebabkan perkebanganya sangat besar. Dan pergeseran perimbangan kekuatan tiga kaki yaitu Presiden Soekano sendiri, TNI AD, dan PKI. PKI dapat bertahan dalam panggung politik nasional, hal itu bekat perlindungan presiden Soekarno.
Ketiga, Unsur militer mulai masuk dalam pemerintahan. Hal ini di tandai dengan semakin banyaknya tokoh-tokoh atau perwira-perwiraa militer yaang diangkat untuk duduk dalam DPRGR. Kabiner, d jabatan-jabatan penting dalam BUMN dan departemen pemerintah. Engan demikian pengaruh tentara, khusunya AD, dalam panggung politik nasional cukup besar, sepertia ada perimbangan kekuatan dengan PKI.
Keempat, kekuatan islam, khusunya kalangan islam modernis, semakin  di pinggirkan. Pembubaran Masyumi melalui surat keputusan Presiden Sukarno No. 200/th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 adalah atas bujuk rayu PKI ( yang berhasil mempengaruhi Soekarno dengan alasan Masyumi menolak konsepsi presiden (Nasakom) dan beberapa tokohnya di tuduh terlibat pada pemberontakan PRRI dan Permesta. Jadi kekuatan Islam yang tersisa pada periode Demokrasi terpimpin hanya tinggal kalangan tradisionalis yang di wakili NU.
Kelima, merosotnya perekonomian negara. Kondisi ini barangkaili di sebabkan oleh kebijakan ekonomi Soekarno yang cenderung untuk mendukung pengawasan politik guna mempertahankan stabilitas. Politik “ Mercusuar” Presiden Soekarno, Masjid itiqlal, Stadion Senayan, jembatan Semanggi, telah menyedot dana yang besar yang mengakibatkan kemerosotn ekonomi. Di samping itu, kebiajan politik revolusioner Presiden Soekarno semakin menambah berap beban perekonomian negara.
Selain itu terjadi penyelewengan di bidang perundang-undangan di mana berbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui penetapan presiden yang memakai dekrit 5 juli sebagai sumber hukum.Tambahan pula didirikan badan-badan ekstra konstitusional seperti front nasional yang ternyata  dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan sesuai dengan taktik komunisme internasional. G 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk di mulainya masa demokrasi pancasila.

Penyimpangan Pemerintah Pada Masa Demokrasi Terpimpin

Penyimpangan-Penyimpangan Pemerintah Pada Masa Demokrasi terpimpin
 Hasil gambar untuk demokrasi terpimpin
Dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno dimaksudkan untuk melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia agar sesuai dengan UUD 1945. Tetapi pada pelaksanaannya, pemerintah khususnya Presiden Soekarno banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945 itu sendiri, di antaranya sebagai berikut :
A. Penyimpangan di Bidang Kebijakan Dalam Negeri

  1. Mengumumkan ajaran Nasakom (Nasionalis, Agama, komunis)
  2. Penetapan MPRS tentang jabatan Presiden Soekarno sebagai Presiden RI seumur hidup
  3. Pembubaran DPR hasil pemilu 1, tahun 1955
B. Penyimpangan di Bidang Kebijakan Luar Negeri

  1. Politik konfrontasi dengan pembagian dunia menjadi 2 bagian, yaitu Oldefo (Old Establishes Forces/Negara-negara kapitalis imperialis) dan Nefo (New Emerging Forces/Negara-negara progresif revolusioner)
  2. Melaksanakan politik Mercu Suar (pembangunan proyek-proyek raksasa, komplek olahraga senayan, Jakarta by pass, Monumen Nasional, Jembatan Ampera)
  3. Menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang sebagian besar pesertanya adalah Negara-negara komunis
  4. Membentuk Poros Jakarta-Peking

Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin

SISTEM EKONOMI DEMOKRASI TERPIMPIN
Hasil gambar untuk demokrasi terpimpin
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tugas Depernas :
Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS.
Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan.
1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Tugas Bappenas adalah
Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik nasional maupun daerah.
Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan.
Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
2. Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan Devaluasi :
Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
a.      Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
b.      Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c.       Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.
Pengambilalihan perusahaan  Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan laju inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan.
Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar.
Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada.
Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil.
Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh.
Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
Inflasi semakin bertambah tinggi
Harga-harga semakin bertambah tinggi
Kehidupan masyarakat semakin terjerpit
Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa.
Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.
Kebijakan pemerintah :
Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1.
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah baru.
Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka inflasi.
4. Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena:
Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk merangsang ekspor (export drive) mengalami kegagalan, misalnya Sistem Bukti Ekspor (BE)
Sulitnya memperoleh bantuan modal dan tenaga dari luar negri sehingga pembangunan yang direncanakan guna meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik.
Sehingga pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru guna perbaikan ekonomi secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (DEKON) dengan 14 peraturan pokoknya.
Dekon dinyatakan sebagai strategi dasar ekonomi Terpimpin Indonesia yang menjadi bagian dari strategi umum revolusi Indonesia.
Strategi Dekon adalah mensukseskan Pembangunan Sementara Berencana 8 tahun yang polanya telah diserahkan oleh Bappenas tanggal 13 Agustus 1960.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalahBerdikari yaitu berdiri diatas kaki sendiri.
Tujuan utama dibentuk Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Pelaksanaannya,
Peraturan tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi
Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia
Kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak dengan adanya kenaikan harga barang mencapai 400 % pada tahun 1961-1962.
Beban hidup rakyat semakin berat.
Kegagalan Peraturan Pemerintah disebabkan karena:
Tidak terwujudnya pinjaman dari International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 400 juta.
Adanya masalah ekonomi yang muncul karena pemutusan hubungan dengan Singapura dan Malaysia dalam rangka kasi Dwikora.
Politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara barat semakin memperparah kemerosotan ekonomi Indonesia.
5. Meningkatkan Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri
Pemerintah membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian, sebab kurang lebih 80% penduduk Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian tersebut diekspor untuk memperoleh devisa yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor berbagai bahan baku/ barang konsumsi yang belum dihasilkan di Indonesia.
Jika Indonesia tidak mampu memperoleh keuntungan maka akan mencari bantuan berupa kredit luar negeri guna memenuhi biaya import dan memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri. Sehingga Indonesia mampu memeprbesar komoditi ekspor, dari eksport tersebut maka akan digunakan untuk membayar utang luar negeri dan untuk kepentingan dalam negeri. Dengan bantuan kredit tersebut membuka jalan bagi perdagangan dari negara yang memeberikan pinjaman kepada Indonesia.
6. Kebijakan lain pemerintah
a. Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP)
Dikeluarkan peraturan tanggal 17 April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP) dalam usaha perdagangan.
b. Peleburan bank-bank negara
Presiden berusaha mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank sentral sehingga didirikan Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1965.
Tugas bank tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank umum.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dilakukan peleburan bank-bank negara seperti Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia.
Dibentuklah Bank Negara Indonesia yang terbagi dalam beberapa unit dengan tugas dan pekerjaan masing-masing.
Tindakan itu menimbulkan spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara sebab tidak ada lembaga pengawas.
Kegagalan pemerintah dalam menanggung masalah ekonomi, disebabkan karena:
Semua kegiatan ekonomi terpusat sehingga kegitan ekonomi mengalami penuruan yang disertai dengan infasi.
Masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis.
Kemenangan politik diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan (politik dikedepankan tanpa memperhatikan ekonomi).
Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangana antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya.
Tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.
Kebrangkutan tidak dapat dikendalikan, Masyarakat mengalami kesulitan hidup, kemiskinan, dan kriminalitas.

Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.
Hasil gambar untuk penyimpangan demokrasi terpimpin
1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS  tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat  :
Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan.
Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebutbertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
Melaksanakan manifesto politik
Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.
Menyelesaikan Revolusi Nasional
Melaksanakan Pembangunan
Mengembalikan Irian Barat
6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.
Mencukupi kebutuhan sandang pangan
Menciptakan keamanan negara
Mengembalikan Irian Barat.
7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
8. Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
10. Pentaan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.
Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
11. Arah Politik Luar Negeri
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
b. Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c. Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:
a. Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b. Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
c. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
d. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.
e. Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
f. Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.
g. Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).